By:
Faqih Annisa, Pegiat Komunitas Tulis
Al-Qur’an
Alkisah bahwa Nabi
Ibrahim mendapat wahyu dari Allah untuk menyembelih anaknya Nabi Isma’il.
Inilah menjadi sebuah pelajaran berharga bagi umat islam sehingga diabadikan
dengan disyari’atkannya ibadah qurban. Menurut bahasa qurban berarti
mendekatkan diri, tentunya mendekatkan diri hanya kepada Allah. Dan diantara
dalil yang menunjukkan disyari’atkannya qurban ialah:
“
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berqurbanlah”
Yang
dimaksud berqurban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat
Allah. Dalam perwujudannya memanglah hanya berupa penyembelihan hewan qurban.
Namun sebenarnya merupakan simbol perjuangan bagi orang yang melakukannya
maupun yang terlibat dalam proses pelaksanaannya.
Bagi
sahabat bunayya yang mampu secara materiil untuk mengeluarkan sebagian harta
untuk membeli hewan qurban mungkin tidaklah sulit. Tetapi sahabat bunayya tentulah
masih harus berjuang melawan dirinya sendiri, yang berupa hawa-nafsu. Itulah sebabnya tidak semua orang kaya juga terbuka
hatinya untuk melaksanakan ibadah yang satu ini.
Jika
sahabat bunayya yang mampu masih harus berjuang, tentu perjuangan akan lebih
berat lagi bagi sahabat kita di luar sana yang kurang mampu secara materiil.
Semangat untuk berusaha bisa dikatakan sebagai gambaran dari kehidupan ini.
Bahwa ibadah qurban dilaksanakan setahun sekali. Ini artinya setiap setahun
selalu ada peringatan untuk selalu menyadari makna berqurban dalam islam,
selain untuk mendekatkan diri pada Allah, juga untuk kesejahteraan sosial.
Itulah sebabnya dalam kacamata islam, antara qurban dan pengorbanan yang
berarti kesetiakawanan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam
kehidupan sosial bermasyarakat, antara qurban dan pengorbanan tampaknya
merupakan kata kunci bagi terbangunnya tatanan masyarakat yang jauh dari egoisme
pribadi. Berkorban untuk masyarakat tentu berbeda dengan mengorbankan
masyarakat. Inilah yang akan menjadi bahan koreksi untuk kita semua. Apakah kita sudah berkorban memperjuangkan
tegaknya islam ataukah sebaliknya, mengorbankan islam sebagai tameng dan tanpa
kita sadari diri kitalah yang samasekali tidak memperdulikan islam untuk
diperjuangkan?
Sungguh
sangat miris dan memprihatinkan, ketika lingkungan di sekitar kita sudah sangat
jauh dari pesan-pesan islam. Apalagi untuk memperjuangkannya dengan segala
bentuk pengorbanan. Baik berupa materi, tenaga maupun pikiran / ide-ide /
gagasan dalam mengembangkan masyarakat yang islami dan cinta Al-Qur’an.
Terlebih seiring berjalannya waktu, kini dengan menjamurnya gerakan-gerakan
Taman Pendidikan Al-Qur’an namun masih sangat dibutuhkannya konsep-konsep yang
jelas dan bermutu untuk memberdayakan guru/pendidik Al-Qur’an baik di Taman
Pendidikan Al-Qur’an non-formal maupun di instansi sekolah formal.
Berdasarkan
hasil pengamatan lingkungan, saya sebagai penulis benar-benar mengamati
prosentase jumlah sumber daya pendidik ternyata sungguhlah sangat menyayat
hati, bahwasannya jumlah guru/tenaga pendidik di sekolah formal se-kotamadya surakarta mengalami kekosongan mata pelajaran agama islam diakhir
tahun ini, hal ini dikarenakan ketimpangan jumlah pensiunan yang besar namun
tidak diiringi dengan jumlah sarjana baru yang siap mengabdi sesuai dengan
bidang keagamaan islam yang masih sangat minim. Terlebih lagi, bukan hanya di
sekolah kelas menengah ke bawah,
namun juga di sekolah favorit. Maklum, instansi tersebut mendominasi
sekolah-sekolah “negeri”. Namun walau bagaimanapun, pemerintah kementerian
agama perlu memberi kebijakan-kebijakan yang cepat agar segera tuntas atas
permasalahan yang satu ini. Pun, seiring dengan berdirinya bangunan-bangunan
masjid yang kokoh nan megah berjajar dimana-mana, karena masjid tempat
beribadah yang sangat dibutuhkan masyarakat baik di perkotaan hingga pedesaan.
Namun dengan banyaknya masjid tentulah ini menjadi “PR” untuk kita semua untuk
turut serta memakmurkannya dengan kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
Sahabat
bunayya, tentunya tugas dalam mengemban amanah memperjuangkan islam dengan
pengorbanan apapun bentuknya inilah menjadi “PR” yang harus kita selesaikan
bersama untuk saling bahu-membahu karena kita adalah saudara, bagaikan bangunan
yang satu dan kokoh. Mari bersama kita fastabiqul-khoirot
dan assabiqunassbiqun untuk menjadi yang pemula dalam memperjuangkan
kebaikan, demi tegaknya islam yang kaffah.
Memang
tidaklah mudah berjuang sebagai guru/pendidik Al-Qur’an, namun janji Allah
pasti. Karena nikmat surga tidak didapat dengan mudah. Meski ujian keimanan
dalam berjuang sebagai guru TPQ tidak
seberat apa yang telah diterima Nabi Ibrahim untuk mengorbankan apapun yang
dimiliki, meski sangat berharga sekalipun. Baik berupa waktu, kesempatan,
tenaga, pikiran dan sebagainya. Memperjuangkan segala hal yang dimiliki sebagai
sarana membangun dan menambah ketaqwaan kita pada Allah. Mendidik diri agar
tidak hubbud-dun-ya(cinta dunia) bahwa
menyadari dunia tempat mengumpulkan rahmat
dan ridha Allah sebagai bekal menuju akhirat kelak. Yang kesemuanya
terniatkan ikhlas tidak mencari penghargaan
di hadapan manusia, hanya untuk beribadah yang akan menjadi amalan kebaikan
bagi guru TPQ sebagai wujud rasa
syukur atas ilmu yang dimilikinya. Pastinya menjadi guru TPQ merupakan sebuah “kenikmatan”. Kenikmatan berkomunikasi
menyampaikan ilmu pengetahuan agama dan mengajarkan amalan-amalan ibadah
keseharian.
Tugas
besar bagi kita semua terutama bagi yang peduli dengan pendidikan Al-Qur’an
tentunya berpikir bagaimana untuk membangkitan kembali komunitas guru TPQ seiring dengan adanya kemunduran TPQ, karena di setiap masjid-masjid
belum tentu memiliki konsep yang nyata untuk memunculkan nuansa kebangkitan
agar adanya semangat / greget
anak-anak untuk belajar Al-Qur’an. Cobalah hitung ada berapa persen dari jumlah
anak-anak yang bersungguh-sungguh istiqomah belajar islam?
Belajar
bukan berarti hanya sekadar untuk hafalan. Namun lebih dari untuk
menanamkan keyakinan bahwa Al-Qur’an
sebagai hudaw wa rohmatal lil-’alamiin.
Sebagai petunjuk, penawar dan pembentukan karakter islam.
Sebagaimana
dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat
pertama dan kedua:
“Allah yang Maha Pengasih, yang telah
mengajarkan Al Qur’an”
Allah
Yang Maha memiliki kasih-sayang dengan mengajarkan kita Al-Qur’an , pula kita sebagai
hambaNya menunjukkan kecintaan padaNya. Menyampaikan Al-Qur’an dengan
kreativitas untuk memunculkan gaya mengajar yang belum pernah ada. Semoga
Allah memberkahi para pendidik yang peduli menanamkan akhlaq-akhlaq Al-Qur’an dan
terus bersemangat berbagi ilmu. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar