Minggu, 27 Oktober 2013

Berqurban Sebuah Perjuangan




By: Faqih Annisa, Pegiat Komunitas Tulis Al-Qur’an


Alkisah bahwa Nabi Ibrahim mendapat wahyu dari Allah untuk menyembelih anaknya Nabi Isma’il. Inilah menjadi sebuah pelajaran berharga bagi umat islam sehingga diabadikan dengan disyari’atkannya ibadah qurban. Menurut bahasa qurban berarti mendekatkan diri, tentunya mendekatkan diri hanya kepada Allah. Dan diantara dalil yang menunjukkan disyari’atkannya qurban ialah:
“ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.   Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”
Yang dimaksud berqurban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah. Dalam perwujudannya memanglah hanya berupa penyembelihan hewan qurban. Namun sebenarnya merupakan simbol perjuangan bagi orang yang melakukannya maupun yang terlibat dalam proses pelaksanaannya.
Bagi sahabat bunayya yang mampu secara materiil untuk mengeluarkan sebagian harta untuk membeli hewan qurban mungkin tidaklah sulit. Tetapi sahabat bunayya tentulah masih harus berjuang melawan dirinya sendiri, yang berupa hawa-nafsu. Itulah sebabnya tidak semua orang kaya juga terbuka hatinya untuk melaksanakan ibadah yang satu ini.

Jika sahabat bunayya yang mampu masih harus berjuang, tentu perjuangan akan lebih berat lagi bagi sahabat kita di luar sana yang kurang mampu secara materiil. Semangat untuk berusaha bisa dikatakan sebagai gambaran dari kehidupan ini. Bahwa ibadah qurban dilaksanakan setahun sekali. Ini artinya setiap setahun selalu ada peringatan untuk selalu menyadari makna berqurban dalam islam, selain untuk mendekatkan diri pada Allah, juga untuk kesejahteraan sosial. Itulah sebabnya dalam kacamata islam, antara qurban dan pengorbanan yang berarti kesetiakawanan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, antara qurban dan pengorbanan tampaknya merupakan kata kunci bagi terbangunnya tatanan masyarakat yang jauh dari egoisme pribadi. Berkorban untuk masyarakat tentu berbeda dengan mengorbankan masyarakat. Inilah yang akan menjadi bahan koreksi untuk kita semua. Apakah kita sudah berkorban memperjuangkan tegaknya islam ataukah sebaliknya, mengorbankan islam sebagai tameng dan tanpa kita sadari diri kitalah yang samasekali tidak memperdulikan islam untuk diperjuangkan?
Sungguh sangat miris dan memprihatinkan, ketika lingkungan di sekitar kita sudah sangat jauh dari pesan-pesan islam. Apalagi untuk memperjuangkannya dengan segala bentuk pengorbanan. Baik berupa materi, tenaga maupun pikiran / ide-ide / gagasan dalam mengembangkan masyarakat yang islami dan cinta Al-Qur’an. Terlebih seiring berjalannya waktu, kini dengan menjamurnya gerakan-gerakan Taman Pendidikan Al-Qur’an namun masih sangat dibutuhkannya konsep-konsep yang jelas dan bermutu untuk memberdayakan guru/pendidik Al-Qur’an baik di Taman Pendidikan Al-Qur’an non-formal maupun di instansi sekolah formal.
Berdasarkan hasil pengamatan lingkungan, saya sebagai penulis benar-benar mengamati prosentase jumlah sumber daya pendidik ternyata sungguhlah sangat menyayat hati, bahwasannya jumlah guru/tenaga pendidik di sekolah formal se-kotamadya surakarta mengalami kekosongan mata pelajaran agama islam diakhir tahun ini, hal ini dikarenakan ketimpangan jumlah pensiunan yang besar namun tidak diiringi dengan jumlah sarjana baru yang siap mengabdi sesuai dengan bidang keagamaan islam yang masih sangat minim. Terlebih lagi, bukan hanya di sekolah kelas menengah ke bawah, namun juga di sekolah favorit. Maklum, instansi tersebut mendominasi sekolah-sekolah “negeri”. Namun walau bagaimanapun, pemerintah kementerian agama perlu memberi kebijakan-kebijakan yang cepat agar segera tuntas atas permasalahan yang satu ini. Pun, seiring dengan berdirinya bangunan-bangunan masjid yang kokoh nan megah berjajar dimana-mana, karena masjid tempat beribadah yang sangat dibutuhkan masyarakat baik di perkotaan hingga pedesaan. Namun dengan banyaknya masjid tentulah ini menjadi “PR” untuk kita semua untuk turut serta memakmurkannya dengan kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
Sahabat bunayya, tentunya tugas dalam mengemban amanah memperjuangkan islam dengan pengorbanan apapun bentuknya inilah menjadi “PR” yang harus kita selesaikan bersama untuk saling bahu-membahu karena kita adalah saudara, bagaikan bangunan yang satu dan kokoh. Mari bersama kita fastabiqul-khoirot dan assabiqunassbiqun untuk menjadi yang pemula dalam memperjuangkan kebaikan, demi tegaknya islam yang kaffah.
Memang tidaklah mudah berjuang sebagai guru/pendidik Al-Qur’an, namun janji Allah pasti. Karena nikmat surga tidak didapat dengan mudah. Meski ujian keimanan dalam berjuang sebagai guru TPQ tidak seberat apa yang telah diterima Nabi Ibrahim untuk mengorbankan apapun yang dimiliki, meski sangat berharga sekalipun. Baik berupa waktu, kesempatan, tenaga, pikiran dan sebagainya. Memperjuangkan segala hal yang dimiliki sebagai sarana membangun dan menambah ketaqwaan kita pada Allah. Mendidik diri agar tidak hubbud-dun-ya(cinta dunia) bahwa menyadari dunia tempat mengumpulkan rahmat dan ridha Allah sebagai bekal menuju akhirat kelak. Yang kesemuanya terniatkan ikhlas tidak mencari penghargaan di hadapan manusia, hanya untuk beribadah yang akan menjadi amalan kebaikan bagi guru TPQ sebagai wujud rasa syukur atas ilmu yang dimilikinya. Pastinya menjadi guru TPQ merupakan sebuah “kenikmatan”. Kenikmatan berkomunikasi menyampaikan ilmu pengetahuan agama dan mengajarkan amalan-amalan ibadah keseharian.
Tugas besar bagi kita semua terutama bagi yang peduli dengan pendidikan Al-Qur’an tentunya berpikir bagaimana untuk membangkitan kembali komunitas guru TPQ seiring dengan adanya kemunduran TPQ, karena di setiap masjid-masjid belum tentu memiliki konsep yang nyata untuk memunculkan nuansa kebangkitan agar adanya semangat / greget anak-anak untuk belajar Al-Qur’an. Cobalah hitung ada berapa persen dari jumlah anak-anak yang bersungguh-sungguh istiqomah belajar islam?
Belajar bukan berarti hanya sekadar untuk hafalan. Namun lebih dari untuk menanamkan  keyakinan bahwa Al-Qur’an sebagai hudaw wa rohmatal lil-’alamiin. Sebagai petunjuk, penawar dan pembentukan karakter islam.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat pertama dan kedua:
 “Allah yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan Al Qur’an”
Allah Yang Maha memiliki kasih-sayang dengan mengajarkan kita Al-Qur’an , pula kita sebagai hambaNya menunjukkan kecintaan padaNya. Menyampaikan Al-Qur’an dengan kreativitas untuk memunculkan gaya mengajar yang belum pernah ada. Semoga Allah memberkahi para pendidik yang peduli menanamkan akhlaq-akhlaq Al-Qur’an dan terus bersemangat berbagi ilmu. Aamiin.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar